PT. Pabrik Kertas Leces merupakan sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang produksi kertas. Perusahaan ini terletak di Krajan I, Sumberkedawung, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tepat di seberang stasiun Leces dan di Jl Raya Probolinggo-Lumajang.
Pabrik kertas ini merupakan yang tertua di Jawa Timur dan kedua tertua di Indonesia setelah Pabrik Kertas Padalarang di Jawa Barat. Mulai dibangun pada tahun 1939 dengan nama N.V. Papierfabriek Letjes, pabrik ini baru diresmikan pada 17 Februari 1940, dimana koran Bataviaasch Nieuwsblad pada tanggal 10 Februari 1940 menuliskan dalam sebuah laporan singkat di halaman pertama sebagai berikut:
“… Zaterdag 17 Februari zal de officiele opening plaats vinden van de papierfabriek Letjes. Bij deze opening zullen tegenwoordig zijn de heer Tromp, administrateur van Padelarang en het bestuur van de Internatio in Ned.-Indie…” [1]
Terjemahan:
“…Sabtu 17 Februari akan berlangsung pembukaan resmi Pabrik Kertas Letjes. Hadir dalam pembukaan ini adalah Mr. Tromp, administrator Padelarang dan pengurus Internatio di Hindia Belanda…”
Disisi lain koran Soerabaijasch Handelsblad memberitakan pembukaan Pabrik kertas Leces ini tiga hari lebih awal, yaitu pada tanggal 7 Februari 1940, dengan tulisan yang sedikit lebih detail, sebagai berikut:
“…Opening Papierfabriek Letjes. Op Zaterdag 17 Februari zal de officieele opening plaats vinden van de papierfabriek Letjes. Bij deze opening zullen tegenwoordig zijn de heer Tromp administrateur van Padelarang en het bestuur van de Internatio in Ned.-Indie. De plechtigheid vangt aan om half tien en is allen voor genoodigden…”[2]
Terjemahan:
“…Pembukaan Pabrik Kertas Letjes. Pembukaan resmi Pabrik Kertas Letjes akan berlangsung pada hari sabtu 17 februari. Pada pembukaan ini, akan dihadiri Mr. Tromp administrator Padelarang dan pengurus Internatio di Hindia Belanda. Upacara akan dimulai pukul setengah sembilan dan hanya untuk tamu undangan…”
Dari dua pemberitaan diatas menunjukkan bahwa pembukaan pabrik kertas ini diumumkan kepada khalayak umum, sekalipun hanya dihadiri oleh tamu-tamu undangan. Pabrik kertas ini didirikan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan Pemerintah Hindia Belanda akan kertas pada masa itu, yang sebagian besar dipenuhi dari suplai impor dan belum dapat dipenuhi oleh Pabrik Kertas di Padalarang.
Salah satu keunikan yang dimiliki oleh pabrik kertas Leces ini adalah bahan baku utama untuk pembuatan kertas tidak menggunakan pulp kayu seperti halnya pabrik kertas sekarang, akan tetapi menggunakan bahan baku ampas tebu, yang diperoleh dari pabrik-pabrik gula yang banyak tersebar di wilayah Karesidenan Malang pada saat itu. Selain ampas tebu, pabrik kertas ini juga memproduksi kertas dengan bahan baku jerami yang diolah dengan proses soda, atau sering kita kenal dengan nama kertas merang.
Penggunaan bahan baku ampas tebu dan jerami ini menjadikan pabrik kertas Leces hampir sepenuhnya mandiri, dengan menggunakan sebagian besar bahan baku berasal dari internal Hindia Belanda, dan hanya sebagian kecil bahan baku yang diimpor dari Amerika Serikat.[3] Pada saat awal beroperasi, pabrik yang saat itu dikepalai oleh Van der Lee ini mampu memproduksi 10 ton kertas per hari, dan terus meningkat pada saat memasuki awal Perang Dunia II, dikarenakan berkurangnya suplai kertas impor.
Tidak banyak informasi mengenai pabrik ini pada masa Penjajahan Jepang, akan tetapi pasca kemerdekaan pada tahun 1945, pengelolaan pabrik ini kemudian beralih ke tangan-tangan pemuda Indonesia, meskipun kemudian pada saat terjadinya Agresi Militer I pada tahun 1947, pengelolaan atas pabrik kertas ini dan juga pabrik kertas di Padalarang beralih ke tangan Belanda. Setelah Pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda pada 27 Desember 1949, Pemerintah Republik Indonesia kemudian dihadapkan pada sengketa dengan Kerajaan Belanda terkait Irian Barat, yang berujung kepada nasionalisasi asset-asset milik Belanda yang ada di Indonesia, termasuk dalam hal ini Pabrik Kertas Leces.[4]
Untuk kepentingan pengelolaan asset-asset tersebut, Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1958 (PP No.10/1958), tentang pembentukan Badan Pusat Penguasa Perusahaan-Perusahaan Industri dan Tambang Belanda (BAPPIT).[5] Pabrik kertas Leces sendiri dimasukkan kedalam BAPPIT pusat dengan berinduk pada pabrik kertas Padalarang, dan baru pada tahun 1961, pabrik kertas Leces dipisahkan pengelolaannya dari pabrik kertas Padalarang, berdasarkan PP No. 137/1961, tentang Pendirian Perusahaan Negara Leces.[6]
Selama dibawah pengelolaan Pemerintah Republik Indonesia, pabrik kertas ini telah mengalami sejumlah renovasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan, diantaranya adalah pada tahun 1970, 1978, 1983 dan terakhir 1986. Sejumlah renovasi tersebut mampu meningkatkan efisiensi dan kapasitas produksi perusahaan, hingga mampus memproduksi 640 ton kertas per hari dan pada puncaknya menjelma menjadi pabrik kertas terbesar se-ASEAN pada awal decade 90an.[7]
Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 1998, menjadikan sejumlah perusahaan BUMN di Indonesia mengalami kesulitan keuangan, tidak terkecuali pabrik kertas Leces. Kesulitan tersebut semakin bertambah manakala perusahaan mengalami musibah kebakaran yang terjadi pada 1 Mei 2013 dan 26 September 2015 lalu.[8] Sejumlah permasalahan tersebut, ditambah dengan semakin sengitnya persaingan perdagangan kertas di Indonesia, menjadikan pabrik kertas Leces mengalami banyak sekali kerugian, dan puncaknya pada 25 September 2018, Pabrik Kertas Leces dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya, sementara sebagian besar asset milik perusahaan harus dilelang untuk menutup kerugian.
[1] “Korte Berichten: Papierfabriek Letjes”, Bataviaasch Nieuwsblad, 10 Februari 1940, hlm. 1.
[2] “Opening papierfabriek Letjes”, Soerabaijasch Handelsblad, 7 Februari 1940,hlm. 2.
[3] “Papierfabriek Letjes”, Bataviasch Nieuwsblad, 3 Juni 1940, hlm. 2. Artikel berita dengan isi serupa juga dapat ditemukan pada koran de Sumatra Post, 3 Juni 1940, hlm. 1.
[4] Sebagai dasar hukum nasionalisasi, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda, atau UU No. 86/1958, sementara untuk mengatur dan mengawasi proses nasionalisasi, dibentuk Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS), berdasarkan PP No. 3/1959 tentang pembentukan BANAS, selengkapnya mengenai PP No. 3/1959, lihat:
[5] Pembentukan BAPPIT didasarkan pada PP No. 10/1958, yang bertujuan sebagai panitia penampung perusahaan-perusahaan Belanda yang terkena Nasionalisasi. Selengkapnya mengenai PP No. 10/1958, lihat: https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/1943/PP0101958.htm.
[6] Selengkapnya mengenai PP No. 137 / 1961, lihat: https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt51a445ee3c33c/peraturan-pemerintah-nomor-137-tahun-1961/document#!.
[7] Susantio, Djulianto, “Pabrik Kertas Leces, dulu Pernah Jaya di ASEAN, Kini Bangkrut”, dalam https://www.kompasiana.com/djuliantosusantio/5fea89928ede48740b413212/pabrik-kertas-leces-dulu-pernah-jaya-di-asean-kini-bangkrut, akses : 25 November 2021, pukul 19.25.
[8] “PT. Kertas Leces: Kurun Waktu 1978-2002”, Op. Cit. Hlm. 71.