Gunung Penanggungan memiliki banyak keistimewaan jika dibandingkan gunung lain di Jawa Timur. Menurut cerita mitos dalam kitab Tantu Panggelaran, Gunung Penanggungan adalah puncak dari Mahameru, gunung tertinggi di alam semesta yang dipindahkan para dewa ke Pulau Jawa (Jawadwipa) untuk menjaga kestabilan dan keseimbangan. Pada Kawasan Gunung Penanggungan terdapat banyak peninggalan kebesaran mulai dari abad X Masehi, hingga mencapai puncaknya pada masa Kerajaan Majapahit pada abad XV Masehi, Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/627/KPTS/013/2017 terdapat 198 peninggalan Cagar Budaya di Kawasan Gunung Penanggungan ini. Salah satu peninggalan Cagar Budaya yang cukup menarik adalah adanya jalur kuno pendakian yang melingkar (berbentuk spiral) sampai puncak gunung. Jalur kuno tersebut merupakan jalan setapak yang telah ada sejak ratusan tahun silam yang dilalui para peziarah dalam melakukan ritual keagamaan di Gunung Penanggungan.
Sebagai upaya pelestarian Cagar Budaya yang ada di Kawasan Gunung Penanggungan tersebut, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Festival Penanggungan dengan tema “Pawitra Pradaksinapatha“ . Tema tersebut terinsipirasi dari adanya jalur kuno yang melingkari puncak Gunung Penanggungan tersebut. Pawitra Pradaksinapatha secara etimologi berasal dari kata Pawitra yang berarti Gunung Penanggungan, dan pradaksinapatha yang berarti berjalan melingkar searah jarum jam. Sehingga Pawitra Pradaksinapatha artinya adalah berjalan mengelilingi jalur kuno Gunung Penanggungan searah jarum jam. Kegiatan ini merupakan wujud pengembangan dan pemanfaatan Cagar Budaya di Kawasan Gunung Penanggungan dengan melibatkan unsur pentahelix yang diharapkan dapat memberikan dampak manfaat bagi masyakarakat sekitar. Adapun rangkaian Kegiatan Festival Penanggungan Tahun 2022 terdiri dari : Gelar Budaya Pawitra (Sendratari Bagaskara Manjer Kawuryan), Ekspedisi Jelajah Jalur Kuno “Pawitra Pradaksinapatha”, dan Jelajah Situs Pawitra.