Markas PB Sudirman, Desa Pakis Baru, Pacitan

0
1450
Patung Panglima Besar Jenderal Sudirman (Monumen Jenderal Sudirman) Lokasi : Pacitan Jawa Timur

Tepat 70 tahun yang lalu, pada tanggal 1 Maret 1949, terjadi peristiwa serangan besar-besaran di Yogyakarta sebagai Ibu Kota Indonesia saat itu dan daerah di sekitarnya. Peristiwa itu dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat itu, militer Indonesia di bawah kepemimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman melakukan serangan ke Yogyakarta untuk membuka mata dunia bahwa Indonesia masih ada.

Sampai sekarang pun monumen dan peninggalan peristiwa bersejarah itu masih ada. Salah satunya adalah Monumen Seragan Umum yang berada di titik 0 Kilometer Malioboro. Tak hanya di lokasi serangan umum saja. Monumen-monumen juga banyak didirikan sebagai pengingat perjuangan Jenderal Sudirman dan pasukannya yang saat itu melakukan gerilya dari satu daerah ke daerah lainnya untuk melawan Belanda. Salah satu monumen Jenderal Sudirman berada di Dusun Sobo, Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan.

Patung Raksasa Jenderal Sudirman
Monumen Jenderal Sudirman dibangun di Desa Pakis Baru karena Sang Jenderal pernah bermarkas di sini. Ia dan pasukannya bermarkas di sini tanggal 1 April 1949 sampai 7 Juli 1949.

Monumen Jenderal Sudirman ialah berupa patung Sang Jenderal setinggi sekitar delapan meter. Untuk sampai ke patung, terdapat 70 anak tangga yang harus dilalui. Anak tangga pertama berjumlah 45, kedua berjumlah delapan, dan ketiga berjumlah 17 Anak tangga itu bila disatukan adalah 17-8-45 yang melambangkan tanggal Kemerdekaan Indonesia. Sesampainya di tempat patung, tampak lapangan yang begitu luas dan dikelilingi bagunan berbentuk persegi. Sementara itu di setiap dinding bangunan, terdapat relief yang menggambarkan kisah hidup Jenderal Sudirman berbahan tembaga. Ada 38 relief yang terpampang di dinding, jika ingin melihat semua, perlu untuk berjalan kali mengelilingi lapangan. Perjalanan Jenderal Sudirman yang bisa disaksikan melalui relief adalah sejak kelahirannya, ketika dirinya belajar mengaji, mengikuti kepanduan, bergabung dalam anggota PETA (Pembela Tanah Air pada zaman Jepang), perjuangan gerilya, hingga wafat di Magelang.